ETOS KERJA GURU DAN PERNAK PERNIK GURU
ETOS KERJA DAN PERNAK PERNIK GURU
Sejak
jaman dahulu kala terngiang sebuah pepatah sunda,” Guru kudu digugu jeung
ditiru” secara harpiah setiap gerak gerik dan pekerjaan guru akan dicontoh oleh
siswanya, namun secara manusiawi guru juga manusia biasa.
Di era
globalisasi pepetah diatas seakan tidak berlaku lagi karena tercemar oleh
sebagian oknum guru yang bisa dilihat, didengar dari berbagai media, tentang
pelecehan seksual, penganiyayaan, perjudian, penipuan dan penyalahgunaan,
beranekaragam berita yang menampilkan kejadian dan kejanggalan yang dilakukan
oknum guru, seperti tertangkapnya oknum guru oleh tim buser yang kedapatan
sebagai pelaku togel, pengelapan sertifikasi guru dan hal lain yang tidak wajar
dilakukan oleh guru.
Hal
tersebut diatas terjadi karena ada faktor yang paling mendesak dieraglobalisasi
ini yakni adalah paktor percepatan pendapatan, dimana pendapatan yang minus
sedangkan kebutuhan dijaman sekarang sangat komlpek mulai dari kebutuhan dapur
sampai kebutuhan kantor sebagai pendukung kerja, jasa internet listrik dan
setoran lain yang mengikat kebutuhan primer.
Disisilain
banyak guru yang berposisi empuk dan tak pernah mengalami pailit, hampir semua
pasilitas kantor atau pendukung kerja mereka miliki, seperti ada pembatas atau
kelompok guru mampu dan tak mampu, banyak hal terjadi pada ahir taun pelajaran,
banyak diberitakan guru yang terjerat tabungan siswa bahkan sampai berahir
dipolisikan, sebagian kasus sekelompok guru yang macet di koperasi guru, sudah
di plet masih juga menambah permasalahan dan berbagai kasus yang kecil yang
tidak mungkin terungkap namun dirasakan sangat terbebani bagi guru diera
globalisasi.
Problematik
lain susahnya kenaikan pangkat, banyak yang mandeg ditempat sampai belasan
tahun tak kunjung naik pangkat, sepertinya tak ada yang peduli bila yang
bersangkutan tidak punya daya, bahkan yang berupayapun dengan dana dengan susah
payah masih sangat susah untuk naik pangkat, disini jasa guru sesuai dengan
lirik sebuah lagu, guru pahlawan tanpa tanda jasa benar adanya.
Hal
lain yang belum dirasa samarata samarasa adalah mutasi, mutasi berlaku bagi
guru yang banyak masalah, bak bola sepak setiap tahun ganti SK dan berpindah
tempat, sedangkan banyak guru yang belasan tahun bahkan separuh waktu masih
tetep ditempat, dengan posisi aman nyaman tanpa hambatan, hubungan atas bawah
dan bawah atas singkron, tetapi kecemburuan sosial terjadi dengan kata lain
pandang bulu.
Dari
beberapa contoh problematik diatas maka sangat berdampak pada kemajuan
pendidikan terutama kualitas mutu pelajaran yang diperoleh siswa, dimana guru
dalam perannya sebagai pasilitator kurang maksimal dalam pelayanan, ketepatan
waktu dan pulang tidak tepat, kehadiran lebih sedikit dari kealpaan, tugas luar
atau rapat rapat membuat terabaikannya tugas utama.
Problematik
keluarga menjadi penghambat tugas utama, ketenangan dan kesempatan tatap muka
didepan siswa menjadi berkurang, siswa hanya dijejali tugas mandiri tanpa
bimbingan hingga hiswa banyak yang verbalisme, sementara tuntutan kurikulum
harus tuntas, kesnjangan yang terjadi seperti ini kerap terjadi bahkan hampir
disetiap tempat.
Menghitung
jumlah guru yang tidak banyak masalah lebih cepat dari pada menghitung jumlah
guru yang bermasalah terutama keuanagan, bisa dilihat dari data guru yang ada
sangkut paut dengan BJB, dan sampai kini belum ada bank lain penolong
permasalahan tersebut misalnya bank PGRI.
Secara
nyata bagi guru yang terlilit ekonomi etos kerjanya merosot dan sudah jauh
pungsinya yang ada mencari cara kemana esok mencari uang, siapa lagi yang bisa
diminta bantuan, sana sini sudah pada bosan, sana sini sudah bilang maaf,
ahirnya hanya menunggu keajaiban sambil menunggu ide yang mustahal.
Beban
guru pada awal era sertifikasi adalah keharusan memiliki ijajah S1, dengan
susah payah menambah plapon utang baru dari BJB dengan tempo waktu yang cukup
lama, setelah S1 dicapai berbagai aturan harus ditempuh, PK guru dan lain lain
dan permen permen yang mengancam hilangnya tunjangan sertifikasi dan birokrasi
yang berat dan menguras dana dan waktu, potongan-potongan dan lain lain,
sehingga munculah tawaran tawaran untuk menggadai sertifikasi sebagai jaminan,
dan muncullah bencana baru penderitaan baru dua tiga bulan kedepan, tidak
menerima tunjangan karena sudah tergadai sedangkan kebutuhan tetap tidak
terpenuhi, maka terjadilah penderitaan yang panjang bagi lingkup guru.
Mutu
guru di era informatika sangat minim dilihat sekarang semua laporan, semua
kegiatan dilaporkan secara online, sedang operator sekolah 90% dibebankan pada
guru sukwan yang honorny dibawah setandar yang kerjanya super pultime rentan
kesalahan dan kegagalan dan memerlukan sarana prasana yang cukup antara lain
jaringan internet, pulsa dan alat pendukung yang cukup mahal dan rawan
kerusakan dengan tidak cukup sedikit modal.Keluhan dan usulan kerap terjadi
dari para sukarelawan guru, sementara guru senior tidak mau tau dan tidak ambil
pusing.
Mutu
siswa atau hasil yang diperoleh hampir merata dan hanya sebatas mengejar Ijajah
sementara pengalaman bermutu demi masa depan mereka masih sangat jauh dari
harapan, masih banyak lulusan SD belum mahir baca tulis, masih banyak siswa
SLTP kurang mahir berhitung, dan banyak Siswa SLTA yang tidak siap kerja,
Pengangguran bertumpuk dan dilapangan semua lulusan ada dalam satu pekerjaan
yang sama berat dan sama upahnya tanpa membedakan lulusan.Disinilah mutu
pendidikan masih lemah.
ditulis oleh Sutara.SPd Guru SDN Waringin I Kecamatan
Palasah Majalengka HP.085 295 455 485
Komentar
Posting Komentar